Keluarga Muslim Sejahtera
(Pendekatan Maqashid syariah)
Oleh: M. Robby Kaharudin
Dosen ekonomi syariah STEI Al Furqon
Indikator kesejahteraan dalam teori ekonomi islam tidak hanya diukur dari perspektif finansial (materi) saja. Kenapa? Karena banyak orang yang mampu secara finansial tetapi hidupnya tidak tenang, gelisah dan jauh dari kedamaian serta ketentraman lahir dan batin.
Saya termasuk orang yang berpendapat bahwa penting bagi seorang muslim menghadirkan kesejahteraan bagi keluarganya. Namun kesejahteraan yg dimaksud bukan sekedar kesejahteraan dalam teori-teori konvensional yang selama ini kita temui. Tetapi kesejahteraan yang menggunakan pendekatan ekonomi islam. Seperti halnya pendapat dari pemikiran Imam Al-Ghazali, Bahwa indikator kesejahteraan diukur dari seberapa mampu seseorang tersebut menjaga tujuan-tujuan syariah (maqashid syariah).
Dalam tulisan ini, saya mencoba ingin mengembangkan pemikiran dari Imam Al-Ghazali diatas. Kedalam pembahasan membangun keluarga muslim yang sejahtera.
Pertama, Keluarga sejahtera ialah keluarga yang mampu menciptakan suasana rabbaniyah dalam kehidupan keluarganya. Semua aktivitas keluarganya didasari dan dilandasi oleh pendekatan agama. Sehingga keluarganya termasuk dalam golongan keluarga yang mampu menjaga agamanya (Hifdzuddin).
Yang kedua, Keluarga sejahtera adalah keluarga yang bisa menjaga hartanya (Hifdzu mall) ke arah yang diridhoi Allah SWT. Harta yang diperolehnya didapat dengan cara-cara yang halal. Dengan harta yang dimilikinya membuat keluarganya semakin dekat dengan Rabb-nya, dengan hartanya keluarganya bisa beribadah dengan khusuk dan tenang. Saat melakukan ibadah tidak tergesah-gesah karna harus memikirkan hutang dan sebagainya. Hartanya juga digunakan untuk kepentingan dakwah dan menolong sesama muslim. Berinfak di jalan fisabilillah. Coba kita lihat didalam Al-Qur’an perintah jihad selalu di awali dengan kata “Harta” setelah itu “Jiwa”. Contoh dalam QS. At Taubah : 41 yang artinya “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan maupun berat dan berjihadlah dengan HARTA dan JIWAMU di jalan Allah……… “. Jika keluarga muslim bisa mengarahkan hartanya kejalan yang di Ridhoi Allah. Berarti tergolong keluarga yg pandai menjaga hartanya (Hifdzu mall).
Ketiga, Hifdzu Nasl (menjaga keturunan). Keluarga muslim adalah keluarga yang mampu menjaga keturunannya, karena poin dari kehidupan keluarga adalah melahirkan generasi baru dalam peradaban. Anak keturunannya harus diperoleh dari hasil pernikahan yang sah sesuai dengan syariat islam. Dalam menjaga keturunannya keluarga muslim juga harus mampu menjamin kebutuhan pangan anaknya, sehingga anak keturunannya terhindar dari rasa lapar yang dapat merusak pertumbuhannya.
Keempat, keluarga muslim sejahtera juga merupakan keluarga yang terjaga akalnya (Hifdzu Aql). Menghadirkan suasana keluarga yang mencintai pendidikan. Baik pendidikan ketauhid-an, keilmuan, pengetahuan, keterampilan, akhlak dan kemandirian. Keluarga dan anak-anaknya juga diarahkan untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin. Sehingga termasuk golongan keluarga yang cerdas dan jauh dari kebodohan. Karena kobodohan merupakan pangkal dari kehancuran.
Terakhir adalah Hifdzu an-nafs (Menjaga jiwa). Keluarga sejahtera juga merupakan keluarga yang mampu menjaga jiwanya dari semua ancaman dan bahaya. Hal ini merupakan representasi dari rasa aman, terhindar dari rasa takut, kriminal, tindak kekerasan dan hal-hal yang dapat mengancam kehidupan jiwa keluarganya. Dalam memberikan rasa aman bagi keluarganya, Keluarga muslim sejahtera harus bisa memilih tempat tinggal dan lingkungan yang aman dan nyaman, Sehingga jiwanya terasa tentram.
Kelima aspek diatas merupakan indikator kesejahteraan yang harus dipenuhi keluarga muslim, agar termasuk digolongan keluarga sejahtera dalam perspektif Ekonomi islam. Karena sekali lagi, materi tidak akan bisa menjamin kehidupan keluarga sejahtera. (Mrk)
1 komentar
Oktahryn, Kamis, 31 Des 2020
MaasyaAllah, semoga tulisannya bermanfaat dan dapat menginspirasi ummat muslim untuk membentuk keluarga sejahtera.